Minggu, 10 Maret 2013

Cerpen : Dua Sisi Berbeda

Diposting oleh wahyu_alfatih at 13:19
Cerpen ini ditulis oleh : Yarie Arvila
@yarieArvilla
“Denia…”
Aku berjalan menyusuri gedung resepsi itu dengan perlahan. Terlalu berat langkahku. Seperti memikul beban berkilo-kilo dipundakku yang kecil ini. Aku terus menatap kedepan. Aku mencoba menahan perasaan yang menyuruhku untuk berbalik pergi. Saat aku menapakkan kakiku yang pertama kali dibandara beberapa saat yang lalu seharusnya aku sudah mempersiapkan semuanya. Mempersiapkan apapun yang akan kulihat. Perasaan kecewa yang sempat kurasakan kini meluap seiring kurasakan mataku mulai mengabur karena sesuatu yang mendesak untuk keluar.

Aku terus melangkah melawan semua perasaanku yang hancur. Hingga aku menemukan sebuah meja yang berada dipojok. Kuletakkan tubuhku disitu karena kurasakan aku tak mampu lagi melanjutkan langkahku untuk melangkah lagi.

Aku mengedarkan pandanganku menyapu kesemua penjuru ruangan. Berharap menemukan wajah seseorang yang sangat kurindukan. Tapi sekeras apapun aku berusaha menyusuri setiap sudut ruangan itu aku tak melihat wajahnya. Hingga aku dikejutkan tepukan halus dipundakku.

“Hey Denia…aku bahagia sekali kau bisa datang. Kukira kau sudah melupakanku karena kesibukanmu yang banyak itu. Hingga sering sekali kau melupakanku belakangan ini. Apa kabarmu sahabatku” ucapnya sambil merangkulku. Kudengar isakan halus ditelingaku. Apakah kau menangis Danu? Apa sebenarnya yang kau tangiskan? Lama kami berpelukan. Karena tak sedikitpun aku ingin melepaskan rangkulannya. Biarlah aku merasakan pelukanmu walau kau sedang menangis. Hingga ia bergerak pelan seolah menyadarkanku atas semua keindahan yang tadi kurasakan sesaat.


“Hey ayolah..kau pikir aku datang hanya ingin melihat tangismu itu. Tidak…terlalu banyak waktuku terbuang kalau hanya untuk melihatmu menangis. Kau pikir Bogor itu dekat? Apa sebenarnya yang kau tangiskan heh? Inikan hari pernikahan yang kau tunggu-tunggu itu. Mana calon kakakku itu?apakah dia cantik? Jangan bilang dia sama seperti pacar-pacarmu dulu ya” ucapku tetap tersenyum.


“Aku merindukanmu Denia. Hahaha..ntah kenapa air mataku ingin mengalir sejak dari tadi aku melihatmu berjalan dari pintu itu, apakah kau melupakan janjimu ?”“Janji apa? Sepertinya aku tak merasa punya janji denganmu?” aku berusaha tak membahas tentang langkahku yang terasa berat tadi. Kau menyadarinya juga Danu? Pikirku dalam hati.“Sudahlah…memang kau sepelupa itu. kau yang mengatakannya sendiri tapi kau yang tak mengingatnya. Aku pergi dulu. Aku tadi hanya memastikan kau tak membohongiku saat mengatakan kau akan datang. Aku menunggumu dari tadi”.“Ya pergilah..aku juga takut jika kau tetap disini aku akan membawamu pergi dari sini” ucapku serius.


“Hahaha…kau masih seperti yang dulu rupanya Denia”. Ucapnya sambil berlalu.


Kau tertawa…Aku serius Danu…apakah kau menganggap ucapanku hanya candaan seperti yang dulu kita lakukan? Ucapku dalam hati. aku merekahkan senyumku saat kulihat Danu berbalik menatapku dan kemudian berlalu lagi. Sedang pikiranku melayang mengingat semua kisah manis kami berdua.


Jika orang lain menganggap hubungan kami adalah hubungan sepasang kekasih. Tentu saja mereka salah. Kami memang dekat bahkan sangat dekat kalau hanya dianggap sebagai pasangan kekasih. Mungkin kekasih pun takkan sedekat ini. Berada di Fakultas yang sama membuat kami sering menghabiskan waktu kami berdua. Entah bagaimana ceritanya kami bisa bersahabat. Aku juga sudah tak mengingatnya. Seiringnya berjalannya waktu aku mulai menyukainya. Perhatiannya, kelembutannya, kebaikannya padaku membuat aku sering berkhayal bagaimana kalau kami berpacaran saja. Aku menyadari aku juga seperti perempuan lain yang akan terhanyut dengan perhatian-perhatian yang diberikan lawan jenis sekalipun aku tak tau apa sebenarnya maksud dari itu semua. Aku jatuh cinta…untuk pertama kalinya dalam hidupku dengan sahabatku sendiri.


Mungkin kalimat cinta itu tak butuh alasan memang benar adanya. Aku tak tau bagaimana perasaan yang menggebu-gebu ini mampu membuatku selemah ini. Aku tak pernah tau apa tepatnya perasaan Danu padaku. Aku sudah terbiasa dengan kelakuannya mengenalkan pacar-pacarnya padaku. Aku tak marah. Karena aku tau Danu hanya bermain-main dengan itu semua. Aku terlalu takut mengakui perasaanku padanya. Aku takut dia akan menolakku atau bahkan menertawaiku seperti saat aku membelikannya jam tangan berkotak hati pada hari ulang tahunnya. Dia tertawa terbahak-bahak melihat kotak itu. Aku ikut tertawa bersamanya seolah-olah hal itu memang sangat lucu. Padahal hanya aku dan Tuhan yang tau bahwa hatiku menangis, hatiku terluka. Dia menganggap aku memberikan kotak itu agar dia tertawa dihari ulang tahunnya. Seandainya orang yang kusukai itu adalah orang yang romantis pasti akan mengerti maksudku sebenarnya. Mungkin memang nasibku menyukai seseorang yang kaku dan tak romantis sepertinya. Ntah apa sebabnya perempuan-perempuan itu menyukai Danu. Olala..hey Denia..lalu dirimu? aku tertawa sendiri memikirkannya. Begitulah seterusnya aku hanya menyimpan semua perasaanku hingga kami terpisah saat aku memutuskan menerima tawaran kerja di Kota Bogor. Aku meninggalkan kota ini. Berharap Danu akan menyadari perasaanku saat kami terpisah. Tapi semuanya hancur saat Danu mengirimiku undangan pernikahannya.


Dan disinilah aku berusaha menjadi sahabat terbaik yang dimilikinya dengan datang menghadiri acara pernikahannya. Aku menyaksikan acara pernikahan itu hingga selesai. Danu kelihatan tampan sekali dengan jas putihnya yang sangat sepadan dengan tubuhnya yang sangat atletis itu. disampingnya berdiri seorang perempuan berjilbab yang sangat cantik. Wajahnya sangat menarik berbeda dengan pacar-pacarnya dulu. Aku pun beranjak mendekati mereka. Memberikan ucapan selamat kepada sahabatku yang sangat kucintai itu. kulurkan tanganku seraya mendekatkan wajahku ditelinganya” semoga kau bahagia sahabatku yang kucintai” bisikku sangat pelan hingga aku yakin cuma telingaku dan telinganya yang mampu menangkap perkataanku. Danu menatapku sangat dalam seolah-olah tatapannya mampu menembus isi kepalaku. Apa yang sedang kau lihat Danu?apakah kau baru menyadari semuanya. Seolah menyadari bahwa bukan cuma kami berdua yang ada diruangan itu Danu kemudian tersenyum ”semoga kau bahagia Denia. Aku juga mencintaimu sahabatku” ucapnya dengan tertawa. Aku juga tertawa kulihat dengan ekor mataku istrinya yang sangat cantik itu juga tertawa. Biarlah dia mengatakannya hanya karena ingin membalas ucapanku. Tapi aku sangat senang mendengarnya. Senyumku tak pernah hilang dari bibirku hingga aku sampai dibandara. Aku meninggalkan semuanya disini. Semuanya sudah selesai menurutku. Aku teringat ucapan Danu tentang janjiku. Apakah janjiku padanya. Aku sudah lupa dan tak ingin mengingatnya lagi.


Selamat tinggal Yogyakarta…kota yang sangat indah..yang pernah mengukir sedikit tawa dan bahagia dihatiku. Yang pernah menjadi saksi cintaku yang indah. Cintaku yang tak berbalas….


“Danu…”


Aku menahan air mataku saat memandang seorang wanita yang sangat kukenal itu berjalan tertatih-tatih. Begitu beratnya langkahmu Denia…apakah aku terlalu menyakitimu!. Ruangan yag sangat luas itu seperti menghimpit dadaku sesak sekali. Aku kesulitan menghirup oksigen. Aku memegang dadaku, menekan-nekannya agar aku mampu bernafas secara normal. Sesakit inikah yang kau rasakan Denia hingga kau butuh dinding itu untuk menyangga tubuhmu yang tak kuat untuk berjalan itu. kau seperti orang sakit Denia…taukah kau itu?. mana Denia yang kukenal dulu, seoarng wanita yang kuat. Yang tak pernah mengenal rasa takut. Bukankah itu yang membuat kita bersahabat. Persamaan untuk memperjuangkan hal-hal yang memang seharusnya kita perjuangkan. Lalu apakah rasa cintamu mampu membuatmu kehilangan kekuatan? Apakah memang seperti itu sebenarnya wanita. Berusaha menutup-nutupi perasaannya dengan berjalan memapah orang lain padahal sebenarnya untuk membuatnya berjalan sendiri saja sudah sangat berat. Itukah dirimu Denia..


Aku berfikir 1000 kali saat akhirnya aku memutuskan untuk mengirimkan surat undangan itu. Aku tak ingin melihatmu tersenyum bahagia melihatku menikah tetapi hatimu menangis dan terluka. Tetapi aku juga tak ingin kau mendengarnya dari orang lain. Karena kita bersahabat Denia..


Aku menyadari semua yang kau tunjukkan padaku. Kau pikir aku terlalu bodoh untuk tak menyadarinya. Aku terkejut saat menyadari gadis sepolos wajahmu, gadis sebaik dan setaat dirimu mampu terhipnotis dengan perhatian yang kuberikan. Apakah kau tau Denia mengapa aku mengenalkan semua pacar-pacar ku itu padamu? Aku ingin kau menghentikan semua rasamu itu untukku. aku tak sesuai untukmu, kau bisa mendapatkan yang lebih baik dari aku, lebih menyayangimu dan tentunya yang mempunyai prinsip yang sama denganmu. Saat aku menyadari kau menyukaiku seperti yang kuharapkan aku menangis, aku membodohi diriku sendiri. Kenapa selama ini kubiarkan hatiku menguasaimu, kenapa kubiarkan kau selalu didekatku menikmati semua perhatianku. Apakah kau ingat saat kau memberikan aku hadiah jam tangan yang kau masukkan dalam kotak berbentuk hati itu, aku tertawa bukan? Tapi apakah kau menyadari ada tangis dibalik tawaku. Dapat ide darimana kau untuk menunjukkan perasaanmu dengan cara seperti itu ha? Kulihat kau juga tertawa seolah-olah kau menertawakanku yang tak mengerti maksudmu kan?


Persahabatan kita Denia…akulah yang telah merusaknya. Akulah yang terlalu berlebihan menunjukkan kasih sayangku, perhatianku. Awalnya kita pasti bisa melaluinya tetapi seiring berjalannya waktu semua itu terlalu berat untuk kita jalani. Dan saat aku menghentikan semua itu kau malah sudah menunjukkan cintamu padaku.


Denia…ingatkah kau janji yang kau ucapkan dulu padaku saat aku mengantarkanmu kebandara.


“Hey playboy kelas kakap..jangan pernah menyakiti hati wanita lagi ya. Kau harus jadi orang baik dan menikah dengan orang baik.”ucapmu sambil tersenyum. Apakah kau sedang menyindirku Denia dengan mengatakan itu semua.


“Kau tenang saja, aku tau..Nanti saat aku menikah aku ingin kau datang dan mengenalkan pacarmu padaku atau aku ingin kau membawa suamimu padaku, bagimana Denia?” ucapku yakin.


“Ya…aku pasti akan membawa pacarku, atau suamiku seperti yang kau mau. Atau kau ingin aku juga sudah menggendong anak?” ucapmu sambil tertawa.


Masihkah kau mengingatnya Denia.. dan sekarang kenapa kau datang sendirian. Mana anak yang kau gendong untuk kau kenalkan padaku, mana suamimu, mana pacarmu? Aku melihat kau bukan sedang menggendong anak kau kelihatan sedang menggendong beban yang sangat berat. Tidakkah perasaanmu padaku sudah berubah? Aku sempat berfikir kau datang setidaknya dengan tawamu untuk menggodaku. Dan kini kau datang dengan begitu menyedihkan Denia. Kau tertawa begitu renyahnya saat aku datang menghampirimu. Hey penipu.. kau memang mahir menipuku dengan kecantikanmu itu. Apakah kau tidak tau aku melihatmu berjalan seperti seorang wanita yang berusaha berjalan walaupun kakinya lumpuh. Seperti itulah kau tadi Denia dan sekarang kau tertawa-tawa. Kau mungkin menyadari tangisku dipundakmu tapi kau takkan pernah tau tangis apa itu. Kau berpamitan saat menyalami ku di pelaminan. Aku mengerti kesibukanmu itu. Aku tidak terkejut kalau pada akhirnya kau mengatakan kalau kau mencintaiku. Aku sudah tau lama Denia. Kau pun berbalik pergi.


Dan kita terpisah…bukan Bogor dan Yogyakarta yang memisahkan kita. Tetapi karena kau seorang wanita yang taat mengerjakan perintah Tuhanmu dengan setiap minggu pergi ke Gereja, dan aku adalah seorang laki-laki yang mengerjakan Shalat Lima waktu didalam hidupku. Hanya itu yang membuat aku menghentikan langkahku Denia. Aku bukan laki-laki yang dengan gampangnya membawa seorang wanita yang kujadikan istriku menjadi muallaf. Tidak…bukan aku tak sanggup. Tetapi aku tak mau rasa cintamu pada Tuhanmu kau abaikan karena kau mencintaiku. Aku lebih menghormati wanita yang mencintai prinsipnya daripada mengabaikannya karena lemahnya dia melawan keinginan dunianya. Sebesar itulah rasa penghormatanku kepadamu Denia..wanita yang pernah singgah dihatiku. Biarlah kau tak menyadari cintaku. Mungkin semuanya akan lebih sakit jika aku mengakuinya dulu.


Aku menatap wajah seorang wanita yang kucintai disampingku. Jilbabnya menutup kepalanya dengan begitu indahnya. Aku sudah menjatuhkan pilihanku padanya. Semoga kita sama-sama meraih kebahagiaan Denia…..

 Selesai...


If you enjoyed this post and wish to be informed whenever a new post is published, then make sure you subscribe to my regular Email Updates. Subscribe Now!


Kindly Bookmark and Share it:

YOUR ADSENSE CODE GOES HERE
 

Copyright © 2013-2014. All Rights Reserved | Cerpen-Online.comWahyu

Home | About | Top