Ditulis Oleh : Alfan D'Ikhwan
Ketua FSI An-Nahl UIN Suska-Riau
“Ketika aku masih sekolah di SMA dulu,
aku bercita-cita ingin mengubah seluruh dunia. Lalu aku sadari, betapa sulit
mengubah seluruh dunia ini, lalu aku putuskan untuk mengubah negaraku saja.
Ketika aku sadari bahwa aku tidak bisa mengubah negaraku, aku mulai berusaha
mengubah kotaku. Ketika aku semakin dewasa, aku sadari tidak mudah mengubah
kotaku. Maka aku mulai mengubah keluargaku. Kini aku pun mulai merasa tak
sanggup, aku pun tak bisa mengubah keluargaku.
Aku sadari bahwa satu-satunya
yang bisa aku ubah adalah diriku sendiri. Tiba-tiba aku tersadarkan bahwa bila
saja aku bisa mengubah diriku sejak kecil dahulu, aku pasti bisa mengubah
keluargaku dan kotaku. Pada akhirnya aku akan mengubah negaraku dan aku pun
bisa mengubah seluruh dunia ini.”
Tidak ada yang bisa kita ubah sebelum kita mengubah diri
sendiri.
Tak bisa kita mengubah diri sendiri sebelum mengenal diri sendiri.
Takkan kenal pada diri sendiri sebelum mampu menerima diri ini apa adanya. Inilah hidup, dan kita adalah pelaku kehidupan dalam perjalanan singkat menuju pertemuan kita dengan Sang Khalik. Melalui kecintaan-Nya, di tengah perjalanan hidupku ini, Allah SWT memberikan sekerlip cahaya dalam alunan cinta nan merdu dalam sebuah ukhuwah islamiyyah tentunya.
Tak bisa kita mengubah diri sendiri sebelum mengenal diri sendiri.
Takkan kenal pada diri sendiri sebelum mampu menerima diri ini apa adanya. Inilah hidup, dan kita adalah pelaku kehidupan dalam perjalanan singkat menuju pertemuan kita dengan Sang Khalik. Melalui kecintaan-Nya, di tengah perjalanan hidupku ini, Allah SWT memberikan sekerlip cahaya dalam alunan cinta nan merdu dalam sebuah ukhuwah islamiyyah tentunya.
*****
Menjadi siswa yang berprestasi dalam
setiap semester dan menjadi peserta dalam berbagai ajang perlombaan baik di
tingkat Desa hingga tingkat Provinsi dari jenjang bangku SD hingga ke bangku
SMA menjadikanku merasa yakin bahwa aku bisa memberikan mimpi itu untuk
keluargaku.
Kisah ini bermula ketika aku baru
saja menyelesaikan sekolah di salah satu SMAN di Koto Kampar Hulu. Dengan
beribu asa di fikiran ini, aku coba untuk mewujudkan cita-citaku terdahulu,
menjadi anak yang berguna bagi keluarga, masyarkat, Agama, bangsa dan negara.
. Dengan sejuta harapan di depan
mata, aku memilih masuk di perguruan tinggi di pekanbaru, UIN SUSKA Riau adalah
tujuan pertamaku. Berharap nantinya aku akan mendapatkan ilmu pengetahuan umum
yang dipadukan dengan ilmu agama tentunya. Melalui jalur SNMPTN aku memilih
salah satu jurusan di Fakultas Pertanian dan Peternakan. Alhamdulillah akhirnya
aku bisa lulus dijurusan Agroteknologi yang nantinya memberikan warna
tersendiri dalam perjalanan panjang ku.
Jalanan didepan kampusku memang
terlihat sangat ramai, tak seperti jalanan sewaktu di desa SMA ku terdahulu.
Begitu juga hatiku kala itu, dunia perkuliahan telah mengubah prinsip dan
kebiasaan hidupku. Aku yang masih seperti anak kecil, tak terasa telah
menginjakkan kakiku di sebuah kampus besar di Pekanbaru. Seperti sebuah mimpi,
saat pertama kalinya aku memasuki parkiran gedung rektorat kampus, begitu megah
dan indah. Sebuah perjuangan besar harus ku tempuh agar bisa meneruskan
pendidikan menjadi seorang “Mahasiswa”. Terasa
takjub saat ku menyadari bahwa aku bisa menimba ilmu disebuah kampus yang
sangat terkenal dengan istilah “Kampus Islami Madani” yang tidak hanya
mengajarkan ilmu pengetahuan umum tetapi juga mengkombinasikannya dengan ilmu
agama. Kampus yang di kenal dengan nama “kampus seribu kubah”. Karena memang
sangat banyak kubah dalam setiap gedung-gedung megah yang berdiri disana.
*****
Oktober 2012, di sebuah selasar Mushalla Fakultas
Tarbiyah.
Lantunan Al Qur’an terdengar sayup-sayup merdu dari
dalam Mushalla, damai rasanya kala suara itu terdengar ditelingaku. Aku yang
masih berada di luar Mushalla, membuka buah kakiku untuk sekedar melaksanakan
shalat Zhuhur. Karena memang di fakultas ku pada saat itu sangat sulit mencari
tempat wudhu, sehingga aku memilih melaksanakan sholat di mushalla yang ada di
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Maklum,
setelah di teliti, kampus kami masih belum memiliki masjid.
Saat itu, saat pertama kalinya aku
di perkenalkan dalam bingkai ukhuwah kampus. Aku bertemu dengan salah seorang
Mahasiswa senior yang ku lihat pertama kali saat PNDK Universita. Aku melihat
di identitas jaketnya, dia tergabung dalam FKII (Forum Kajian Islam Intensif).
Pertama kali aku di sambut di sebuah PKM kampus ini.
Aku memang telah meng-azzamkan bahwa aku harus berubah
dari dunia (yang boleh dibilang) kegelapan menuju yang “lebih terang”. Lalu aku
sedikit menyapanya;
“Assalamu’alaikum. kak, kakak pengurus FKII ya?”
Sapaku. (FKII adalah UKM Universitas yang bergerak dibidang dakwah kampus di
kampusku)
“Wa’alaikumussalamwarahmatullahwabarakatuh. Iya. Adek
namanya siapa? Dari Fakultas apa?”. Jawabannya begitu lembut, santun penuh
ukhuwah, tangannya menjulurkan yang berarti mengajak bersalaman.
Subhanallah. Indahnya ukhuwah ini. (Dalam hatiku)
“Alfan dari Agroteknologi, kak”.
Oh, dari FAPERTAPET ya, jauh kali sholat ke tarbiyah.
balasnya lagi.
Adek Kok mirip dengan Akh Royan?” adek ni adiknya ya?”
kembali beliau bertanya dengan penuh santun.
Iya kak, adiknya yang ke dua.
Kemudian kami terlibat obrolan
hangat terkait masalah pribadi dan pengalaman baru dikampus tentunta. Kemudian
beliau sedikit menjelaskan tentang dakwah di Kampus ini, aku di sarankan untuk
masuk Lembaga yang berada di tingkat Fakultas (LDF-Lembaga Dakwah
Fakultas—red).
“Alhamdulillah, kakak dari jurusan Pendidikan
Matematika, dan kakak satu Fakultas dengan akh Royan. Kami cukup akrab karena beliau
ketua FS NURI tahun kemaren. Ohya, boleh minta nomor HandPhone-nya?”. Tanyanya.
Lalu ku sebutkan beberapa digit angka yang ditulisnya di telepon genggamnya.
Setelah selesai sholat zuhur, aku
berpamitan untuk bergegas meninggalkan mushalla itu untuk kembali ke fakultas
ku yang terletak di ujung kampus. Setelah pertemuan itu ku ketahui, kakak tadi bernama
kak M. Ajiz yang kebetulan sahabat dari bang Roy.
Semenjak saat itu, seringkali aku
mendapati SMS Taushiyah dari kakak itu. Aku semakin yakin untuk memasuki
lembaga dakwah di Fakultasku. Aku di pertemukan kembali dengan laki-laki itu
sewaktu aku yang pada saat itu tinggal bersama bang Roy di masjid. Mulai dari
situlah aku mengenal UKMI (Unit Kegiatan Mahasiswa Islam). Aku berdecak kagum
melihat beberapa laki-laki dan perempuan shalihah yang terlihat indah
mengenakan jilbab nya yang lebar itu.
*****
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran 104)
Berawal dari sebuah pencarian jati
diri, pada dasarnya hampir semua Unit kegiatan di Kampusku, aku mendaftarnya.
Dari mulai Kerohanian, Pencinta Alam, Pramuka, dll. Hingga nantinya aku
dipertemukan dengan lingkungan yang baik. Hal itu adalah kenikmatan yang luar
biasa yang telah menjadi titik tolak sebuah perubahan HidayahNya dan keindahan
Islam.
Aku termenung, meratapi akan fokus
di manakah kegiatanku? Aku bertanya pada diriku sendiri, apa yang bisa
kulakukan untuk Agamaku?? Apa yang bisa kulakukan dan bagaimana aku bisa
melakukannya? Karena untuk mewujudkan itu semua tak bisa dengan pengorbanan
yang biasa, tetapi membutuhkan pengorbanan yang di luar kebiasaan. Sebuah
elektron tidak akan berguna ketika ia tidak bergerak keluar dari orbitalnya.
Bergerak menuju arah yang lebih baik tentunya. Menjawab kebingungan itu, aku
sedikit berfikir mulailah dari diri sendiri, kemudian amalkan dan tularkan
kepada orang lain. Aku ber’azzam untuk masuk lembaga dakwah.
*****
Awal November 2009, aku diajak oleh senior dan memang
direkomendasikan oleh kakak untuk mengikuti sebuah training di organisasi
Ekternal kampus yang lebih di kenal dengan nama KAMMI. Berbagai step telah
aku lewati, hingga akhirnya aku telah resmi menjadi anggota KAMMI Komisariat
Suska. Saat itulah pertama kalinya aku mengenal Barisan Dakwah Tarbiyah, yang
indah serta melejitkan potensi diri.
Diperkenalkan pula aku pada salah
satu pengajian khas Tarbiyah, pengajian pekanan yang disebut Liqa. Pengajian
bulanan dan berbagai moment seperti out bound maupun rihlah (jalan-jalan) ku
alami. Saat pertama kalinya aku mengikuti pengajian pekanan ini, aku di
pertemukan dengan Guru (Murabbi) ku. Aku menyukai model pengajian seperti ini,
karena di situlah ditemukan indahnya ukhuwah, saling berbagi cerita, berbagi
pengalaman dan pengetahuan, dan saling mengingatkan dalam segala hal kebaikan
dan kebenaran. Setiap pekan, selalu dipertanyakan amal-yaumi (Ibadah harian)
yang kita kerjakan kemudian menjadi motivasi bagi ku untuk senantiasa
meningkatkannya di pekan berikutnya. Mulai dari situlah, aku mengenal sedikit
lebih jauh tentang Indahnya Tarbiyah. Dakwah telah mengubah kehidupanku yang
sebelumnya acuh tak acuh terhadap segala permasalahan kampus, menjadi sedikit
tidak apatis.
Lalu pada pertengahan Desember 2009
aku kembali mengikuti sebuah kegiatan Open rekrutment di UKMI FAPERTAPET yang
bernama Forum Study Islam An-Nahl. Disini kembali aku mengenal dakwah kampus
secara lebih detail. Mengetahui dan belajar memahami perjuangan dan tantangan
yang menjadi miniatur kehidupan bermasyarakat di dunia luar kampus. Aku mulai belajar
mencintai dakwah yang pada saat dahulunya, terfikirpun tidak. Ternyata di sini, di dalam barisan dakwah
ini, kehidupanku berbalik seratus delapan puluh derajat. Di sinilah akhirnya
aku menemukan teman yang bersahabat, yang mau menemaniku, yang mau berbagi
denganku. Mereka menerimaku apa adanya, mereka membantuku saat aku dalam
kesulitan, menghiburku saat aku sedih, mengajakku ke kantin saat istirahat,
bahkan mengundangku berkunjung ke rumah mereka. “Mereka ada, bukan hanya sekedar guratan di dalam otakku, atau hanya
sekedar sahabat dalam kehidupanku. Tapi mereka ada dalam setiap kerinduan dan membuat
hidupku lebih berarti.
Satu semester telah kulalui di
kampus UIN ini, satu semester pula aku tergabung dalam lingkaran tarbiyah penuh
ukhuwah, UKMI. Saat itu memang tengah melaksanakan Oprec Pengurus, lalu aku
iseng mendaftarnya. Amanah pertamaku berada dalam Brigade Kaderisasi. Saat
pertama kali-lah, ghirah ku tengah membara, bak api yang baru
saja disiram oleh bensin, membulak tanpa kenal lelah jemu.
Semenjak itulah, aku sedikit
berkontribusi di lingkaran tarbiyah ini, dari mulai perekrutan hingga
penjagaan. Aku sangat senang berada di departemen ini, Mas’ul yang baik,
bijaksana serta berpegang teguh di atas manhajNya. Dinamika dakwah di
departemen ini sangat terasa, bahkan aku kagum karena saudaraku memiliki
semangat jihad yang sangat tinggi. Ibarat diesel, kala itu aku
hanyalah sebuah proses pemanasan. Ibarat proses transkripsi, aku berada di
tahap inisiasi.
Lalu kembali aku mulai lagi episode
hidupku, labirin kehidupan tak ubahnya berjalan seiring perubahan waktu. Aku
menyadari bahwa memasuki lembaga dakwah adalah suatu hal yang baru yang ada
pada diriku, dalam otakku pun tak pernah terbesit jikalau nantinya aku berada
di dalam jamaah ini. Namun Sang Sutradara kehidupan telah menggoreskan
tintaNya, bahwa aku harus berada di sini, dijalan ini, karena pada hakikatnya
bukan lah kita yang memilih taqdir, tapi taqdir yang telah memilih kita.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan Surga untuk mereka. Mereka berperang di Jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, sebagai janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan Jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itu lah kemenangan yang Agung” (QS. At Taubah: 111)
Karena aku tau, inilah jalan terbaik
dari Allah, Meski aku tahu, jalan yang kutempuh ini tak mulus, jalan ini penuh
onak duri, aral rintangan, ranjau dan bebatuan terjal. Akan tetapi, aku sangat
yakin bahwa inilah skenario kehidupan dari Sang Sutradara, jalan yang
dijanjikan surga, serta jalan yang mendapatkan jaminan dari Sang maha
Segalanya.
Mustafa Masyhur dalam Fiqih Dakwah menyampaikan:
“Jalan dakwah tidak ditaburi bunga-bunga yang harum baunya, tetapi merupakan jalan yang sukar dan panjang. Sebab antara yang haq dan bathil ada pertentangan yang Nyata. Dakwah memerlukan ketekunan dan kesabaran memikul beban berat. Dakwah memerlukan kemurahan hati, pembenaran dan pengorbanan tanpa mengharapkan hasil yang segera, tanpa putus asa dan putus harapan. Yang diperlukan adalah usaha dan kerja keras terus menerus dan hasilnya diserahkan kepada Allah”
Sahabatku….
Jika kita terlahir bukan untuk
menjadi pemenang atas pertarungan ideologi demi meraih peradaban yang hakiki,
lantas untuk alasan apa kita lahir ke bumi ini? Bukankah kita dilahirkan
sebagai pemenang? Bukankah kita dilahirkan untuk berjuang meraih kemuliaan dan
kegemilangan umat di atas panji Islam, di atas Al-Qur’an dan as-Sunnah??
Sungguh jika suatu hari Khilafah
tegak kembali, air mata kita pasti akan jatuh berlinang, hati kita akan riang
tiada terperi karena perjalanan yang telah dititi. Perjuangan inilah yang akan
menjadi kado amalan yang akan kita banggakan di hadapan Allah swt kelak, yaitu
ketika di yaumil akhir nanti, Allah SWT bertanya kepada kita:
“Wahai fulan/fulanah, apa yang telah engkau lakukan di
dunia sehingga Aku harus memasukkanmu ke SyurgaKu?”
Tentu kita semua berharap bisa berucap dengan penuh
rasa bangga, air mata kita jatuh berlinang penuh cinta,
segala penderitaan yang kita alami di dunia lenyap
seketika, karena balasan yang akan diberikan Allah swt kepada kita, sungguh
jika saat itu tiba, kita memohon kepada Allah swt agar kita bisa berucap lirih
:
“Duhai Allah… telah ku jadikan hidupku sebagai
pengabdian kepada-Mu, telah kujadikan Islam sebagai agama dan sistem hidupku,
telah kujadikan Muhammad sebagai kekasihku dan suri teladanku, telah ku jadikan
Al-Qur’an petunjuk dan pedoman hidupku, dan telah ku jadikan hidupku sebagai
perjuangan kepada umat-Mu, inilah persembahan terbaikku, terimalah perjuangan
hamba-Mu, ya Rabb..”
Seseorang bertanya, “Mengapa perjuangan dakwah itu pahit?”
“Karena Surga
itu manis…”
Akupun yakin nanti
ketika saat itu tiba, Dakwah kampus akan menjadi solusi yang akan memberikan
perbaikan kepada setiap mahasiswa yang nantinya akan menjadi “agent of Change“
pada Negara ini. Dakwah kampus akan menjadi air pelepas dahaga di taman
kehidupan yang nantinya akan dipenuhi semerbak bunga kebaikan yang tumbuh
diatas ukhuwah dan keimanan.
Sering aku mendengar,
bahwa menjadi orang penting itu baik, namun setelah ku alami, berusaha untuk
senantiasa menjadi orang baik jauh lebih penting.
Inilah jalanku..Jalan menuju ridho-MUJalan panjang penuh belukarYang harus ku pangkas agar tak tertatihJalan taubat kikiskan dosaPuji syukur ku panjatkan atas hidayah-MUMenyadarkanku dalam Hina dan DosaKembali dalam Rachmad-Mu
Begitulah gambaran
hidayah yang Allah berikan padaku, yang memberikan goresan terindah yang pernah
terlukis selama hidupku. Berada dalam sebuah komunitas yang mencoba untuk
selalu lebih baik dan tiada pernah bosan mengajak orang lain kepada kebaikan.
Inilah Jalanku, Inilah jalan
panjangku, izinkan aku berada di Jalan cinta para pejuangMu, berada di Jalan
dakwah penuh cinta, meneruskan perjuangan para sahabat Rosulullah demi mencapai
keridhoanMu …
Tags:
Cerita Inspiratif,
Cerpen,
Cerpen Islami
If you enjoyed this post and wish to be informed whenever a new post is published, then make sure you subscribe to my regular Email Updates. Subscribe Now!