Minggu, 17 Maret 2013

Cerita Inspiratif : Apa Kabarmu,, Diriku??

Diposting oleh wahyu_alfatih at 11:46

Ditulis oleh : Alfan D'Ikhwan
Ketua FSI An-Nahl UIN Suska Riau


Sebuah Cerita Renungan Untuk Kita Bersama....
Semoga Bermanfaat....!!!

Sejenak, mari kita renungkan kembali sebuah kisah bijak yang Penulis coba kutib dari sebuah buku sirah sahabat...
Suatu hari abu musa al asy’ari ra, datang dengan tergopoh-gopoh menghampiri abdulah bin mas’au ra, ia menceritakan bahwa ia baru saja melihat banyak orang  di masjid, duduk melingkar dalam satu halaqah. Mereka sama-sama bertakbir, bertahmid, bertasbih, dan membaca kalimat-kalimat thayibah lainnya. Ibnu mas’ud bertanya kepada mereka, “ apa yang sedang  kalian lakukan ini?”

Mereka menjawab, “wahai abu abdirrahman, ini adalah batu-batu kerikil. Kami sedang bertakbir, bertahmid, dan bertasbih, dan menghitungnya dengan menggunakan batu  krikil ini”. Lalu ibnu mas’ud berkata, “mengapa kalian tidak menghitung dosa-dosa kalian saja?, aku jamin, jika dosa-dosa kalian yang kalian hiitung, niscaya kebaikan-kebaikan kalian tidak akan hilang”. (Riwayat Ad Darimi).
Kisahh ini bukan hanya peringatan semata terhadap sahabat agung ibnu mass’ud ra, tentang keburukan dan kesia-siaan melakukan amal yang tidak di contohkan oleh Nabi SAW, seperti banyak ditulis dalam buku-buku agama atau diceramahkan dari atas mimbar-mimbar dakwah. Bukan tetapi juga merupakan informasi tentang pentingnya melakukkan perenungan diri, sesuatu yang barangkali banyak dilupakan oleh orang-orang yang mengaku beriman, termasuk kamu, wahai diriku.
Perjalanan hidup ini amatlah panjang, bahkan sangat panjang. Ia membutuhkan jeda sesaat untuk memastikan, apakah ada yang harus diperbaiki, diluruskan, atau dirubah total agar seseorang manusia tidak tertipu dan tersesat jalan, sehingga akan terhambat keselamatannya untuk sampai tujuan nun jauh disana.
Jeda waktu iitu tidak lain adalah perenungan diri, alias intropeksi. Ini sangat penting. Karena itu, Rosulullah SAW mengingatkan, “orang-orang yang cerdas adalah orang yang menghitung dirinya dan berbuat untuk sesuatu yang ada setelah mati”. (HR. Tarmidzi)
Wahai diriku, rasanya sudah lama aku tidak menyapa dirimu, menyetop langkahmu untuk sekedar bertanya dan mengingatkan batas-batas perjalanan hidupmu, sampai akhirnya aku membaca kembali hadist nabi di atas. Bukannya aku malu tidak disebut cerdas oleh Nabi SAW, tetapi karena ini memang penting dan perlu untuk ku lakukan untukmu. Maka disaat ini, aku ingin bertanya kepadamu tentang banyak hal-hal yang tidak patut untuk kamu lakukan untuk sekarang ini dan seterusnya.
Tentang hubunganmu dengan Allah, aku sadar, bahwa tidak ada yang paling penting dalam hidup ini  kecuali menjaga hubungan baik dengan Allah SWT. , dalam keadaan apapun. Sebab, Dialah yang telah menciptakan aku dan juga semua manusia. Kepada-Nyalah aku akan kembali. Dan hanya bagin-Nyalah aku mengabdi, beramal, beribadah. Tidak untuk yang lain.
Aku pun tahu kalau enagkau, wahai diriku, juga telah menyadari itu. Karena itu, dulu engkau begitu dekat-Nya. Paling tidak, jika aku bandingkan dengan keadaanmu sekarang. Waktu itu, apa yang kau pinta rasanya selalu terkabul. Tidak ada kesulitan yang berarti dalam hidupmu. Engkau minta kepada-Nya agar diluluskan dalam ujian, kaupun lulus. Engkau memohon agar dimudahkan dalam menyelesaikan masalah-masalahmu, Pertolongan_Nya pun datang sedemikian cepat. Engkau berdo’a agar di mudahkan kuliah, itupun engkau dapatkan. Bahkan Allah senantiasa memberimu rezeki dan kesehatan yang tiada kurangnya untukmu. Engkaupun mengeluh penyakitmu pada-Nya, tak lama kemudian engakaupun kembali sehat. Pendeknya, apa yang kau minta selalu ada jawabnya.
Tetapi kini, ketika kau merasa sedang terdesak dan benar-benar membutuhkan pertolongan-Nya kau terlihat malu menghadap-Nya. Kau bahkan tampak tidak yakin bahwa permintaanmu akan terkabul. Bukan lantaran engkau berburuk sangka terhadap-Nya. Sama sekali bukan. Sebab aku tahu dan kau pun menyakini itu, bahwa Allah senantiasa mendengar do’a hamba-Nya, siapapun dia. Lagi pula, engkau sangathafal firman-Nya yang diriwayatkan kekasih-Nya Muhammad SAW, “Aku, berdasarkan prasangka hamba-Ku kepada-Ku”. Artinya, kalau kamu yakin Allah mengabulkan do’a-do’amu, maka seperti itulah yang akan Dia berikan.
Aku ingin mejelaskan kepadamu, meskipun sesungguhnya kamu sudah tahu jawabannya. Rasa malu itu hadir, tidak lain karena kau mencoba tahu diri bahwa keadaanmu saat ini berbeda dengan yang dulu. Dulu kau rajin beribadah, sekarang sering melupakan-Nya. Kau seakan tidak ingin Allah mengabulkan permintaanmu, namun kau jauh dari-Nya.
Wahai diriku, engkau memang tidak sampai meninggalkan sholat, namun, shalat yang kau kerjakan seperti tidak memberi efek dan makna bagimu. Itu karena engkau melakukannya tanpa kekusyuan. Terlalu banyak problem yang menggelayut difikiranmu. Ada tugas yang belum selesai, ada masalah dengan orang lain yang rumit, ada perasaan terhadap orang lain, ada ini dan itu. Belum lagi, sekarang engkau jarang memang jarang ke masjjid. Terkadang ketika adzan subuh berkumandang, engkau justru semakin merapatkan selimutmu. Padahal masjid hanya beberapa puluh langkah dari rumahmu. Engkau sekarang bahkan terbiasa dengan menunda-nunda shalat, yang dulu sangat takut engkau lakukan.
Engkau bukannya tidak tahu, kalau semakin rajin dan khusyuk sholatmu maka problem-problem hidupmu akan selesai dengan sendirinya. Tetapi kenapa problem-problem itu justru mengalahkan kualitas dan kuantitas ibadahmu. Sering, dalam shalat berjama’ah terkadang aku menertawaimu. Sebabnya, shalat yang dikerjakan, rakaat demi rakaatnya berlalu tanpa terasa. Bahkan, kadang kala imam mengucapkan salam tanda shalat telah berakhir, kau tiba-tiba terhenyak; kembali dari petualangan fikiranmu dan melihat kenyataan bahwa kaupun telah selesai melakukan shalat.
Puasa dibulan ramadhan dan puasa sunah pun memang tetap kau jalankan. Tapi sayang, kadang yang kau puasakan hanya perutmu saja. Sementara, mata, telinga, lisan, dan hatimu tak mampu menahan Goda’an. Shalat tarawih yang biasa tidak pernah engkau tinggalkan, rasanya hanya setengahnya yang engkau kerjakan. Begitu juga dengan tilawah, kau bahkan tidak bsa menghatamkan baa’an, meski  hanya sekali.
Ibadah-ibadah yang lain banyak yang tidak maksimal. Kau mengerjakannya hanya karena ingin melepas kewajiban. Maka wajar jika amal ibadahmu tidak mendekatkanmu kepada Allah SWT.
Ketika Allah mengujimu dengan satu musibah, engkau tidak bisa bersabar. Di saat engkau berusaha dan berikhtiar, selalu tidak disertai dengan sikap tawakkal yang sempurna. Jika kau berdiri menghadap-Nya, tak ada adab kesopanan yang kau sertakan. Kau memang terlihat jauh dari Allah SWT dari sisi apa saja.
Aku memang sudah lama tidak memperdulikan keadaan dirimu. Karena itu, tidak heran kalau dirimu tidak seperti dahulu lagi. Hari ini aku ingin bertanya padamu, apakah kau menjadi diri yang puas dengan prestasi amalmu yang tak pernah meningkat ini? Mudah-mudahan jawabanmu “tidak”. Sebab aku sangat berharap kau bisa berubah menjadi lebih baik. Minimal seperti dulu, dimana engkau merasakan dekatnya pertolongan Allah atas dirimu.
1.     Tentang hubunganmu dengan AlQur’an.
Akhir-akhir ini aku juga melihatmu sangat jauh dari Al Qur’an. Padahal Al Qur’an itu adalah sarana berkomunikasi dengan Allah SWT yang paling mudah dan efektif. Tidak perlu modal dan tenaga. Dulu, kemana-mana di saku bajumu atau di Tasmu selalu terselip Mushaf ukuran kecil. Itu karena engkau memang rajin membacanya, satu atau setengah juz setiap harinya. Minimal kau jadikan sebagai pengingatmu ketika terlupa dan hampir terjebak dalam Dosa.
Kini, engkau telah terbiasa pergi tanpa Mushaf Al Qur’an di sisimu. Sebab posisinya dihatimu telah tergantikan dengan TELEPON selulermu. Jika kakimu  melangkah ke luar rumah tanpa membawa Mushaf, tak ada lagi kata penyesalan. Namun jika telepon selulermu yang tertinggal, kau akan panik tak terkira. Bahkan engkau akan menjemputnya kembali ke rumahmu. Engkau kini benar-benar telah mementingkan berkomunikasi dengan manusia, daripada kebutuhanmu berkomunikasi dengan RABB-mu sendiri.
Biasanya, di bulan ramadhan engkau mampu menamatkan Al Qur’an mu lebih dari sekali, bahkan bisa empat sampai lima kali. Namun, di ramadhan yang lalu, jangankan sekali, setengah kali pun tidak. Aku bingung, apakah engkau yang bosan dengan AlQur’an atau justru Al Qur’an yang bosan terhadapmu. Kalau engkau yang bosan, mudah-mudahan dalam waktu dekat, engkau akan segera mengakrabinya kembali. Tetapi kalau Al Qur’an yang bosan, aku tidak tahu, kemana lagi engkau akan mencari pedoman hidup nanti. Sekarang saja engkau sudah sedemikian sesat, apalagi jika Al Qur’an menjauh darimu. Celaka engkau wahai diriku..!!
Aku ingat, dan barangkali semua teman kelas dan kos dan orangtua mu pun tahu. Kalau kau tidak percaya, coba kau tanyakan pada mereka. Dulu, ketika kau duduk di meja kelas,  ataupun dirumah dan di kos-kosan, yang sering terdengar dari komputer kerjamu adalah tilawah Al Qur’an dari berbagai Qari’ yang amat merdu suaranya dan dapat mententramkan hati pendengarnya. Kalaupun tidak, penggantinya tidak jauh dari nasyid-nasyid pembakar semangat. Tetapi kini, jangankan tilawah Al Qur’an, Nasyid pun sudah terhapus satu persatu, berganti dengan lagu—lagu dan suara syetan yang sesungguhnya engkau sendiri sangat Faham bahwa lagu itu tidak akan memberi apa-apa padamu. Kecuali itu akan membuat hatimu kotor dan jauh dari Allah SWT.  Tak ada pahala yang dapat diberikan lagu itu seperti halnya engkau mendengarkan tilawah Al Qur’an di laptop ataupun handphone mu.
Ketika kau pun harus tampil membaca AlQur’an, itupun karena kau ingin agar kau dikatakan sebagai orang yang terpelajar. Atau sebagai Qari’ yang pandai, atau karena ingin di kedepankan di majlis, diminta untuk mengajar, dan dimintai fatwa tentang ini dan itu. Terkadang pula, aku merasakan bahwa engkau melakukan itu agar Al Qur’an dapat menjadi sumber penghasilanmu, atau sekedar tambahan pendapatan dari pekerjaan tetapmu.
Sekiranya perasaan itu benar adanya wahai diriku, maka bersiaplah untuk di jauhkan dari surga dan menempati Neraka. Sebab Rosulullah pernah menagaskan, “barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu yang semestinya untuk mencari ridho Allah, namun dia tidak mencarinya selain untuk memperoleh setumpuk harta dunia, dia tidak akan mendapatkan wanginya surga pada hari kiamat”. (HR Abu Daud).
Wahai diriku, camkan pula hadis Rosulullah SAW tetang orang-orang yang pertama kali akan diputuskan hukumannya pada hari kiamat. Salah satunya adalah mereka yang belajar agama dan Al Qur’an. Dalam hadistnya Rasulullah SAAW bersabda, “lalu didatangkan seorang laki-laki yang belajar ilmu agama dan mengajarkannya, serta pandai membaca Al Qur’an, kemudian ditanyakan padanya tentang nikmat-nikmat Allah yang diberikan padanya, dan dia pun mengakuinya. Maka Allah bertanya, “Apa yang kamu lakukan dengan semua itu?” Dia berkata, aku belajar ilmu agama dan mengajarkannya. Dan aku juga sering membaca Al Qur’an karena engkau”. Allah Berkata, “kamu bohong! Kamu belajar ilmu agama agar dikatakan sebagai orang alim. Kamu pandai membaca Al Qur’an juga agar dikatakan sebagai Qari’, dan sungguh kamu telah dikatakan demikian”. Lalu Allah memerintahkan agar itu diseret dengan muka menghadap kebawah hingga di lemparkan kedalam api neraka. (HR Muslim An Nasa’i). Na’uzubillah....
Hari ini, aku ingin mendengar darimu jawaban yang jujur, apakah engkau melakukan itu karena menginginkan dunia atau karena ingin mencari ridho Allah, seperti yang biasa engkau ucapkan? Rasanya, engkau masih perlu banyak belajar tentang ILMU IKHLAS.
Wahai diriku, marilah kita berdo’a agar Allah menyatukan hati kita dengan Kalam-Nya yang terhimpun di dalam Al Qur’an itu. “Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dengan semua nama yang Engkau miliki, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang engkau ajarkan kepada seseorang makhluk ciptaan-Mu, atau yang engkau khususkan dalam rahasia ilmu di sisi-Mu, agar Engkau jadikan AlQur’an ini sebagai penyejuk hatiku, penghilang rasa sedihku, dan penghapus duka di jiwaku.
2.     Tentang Hubunganmu dengan sesama manusia
Wahai diriku, Rasulullah tercinta pernah berkata kepada istrinya, aisyah ra, “wahai aisyah, sesungguhnya orang yang kedudukkannya paling buruk di sisi Allah di hari kiamat adalah, orang yang ditinggalkan orang lain karena tkut akan kejahatannya”. (HR Bukhari)
engkau mungkin masih ingat hadist ini, karena aku sering mendengarmu menyampaikanya kepada orang lain, mengajarkannya kepada teman-temanmu, murid-muridmu, dan kepada siapa saja yang meminta nasehatmu tentang menjaga kewajiban menjaga hubungan baik sesama manusia.
Lalu pertanyaanku adalah, bagaimana dengan dirimu sendiri? Maksudku seperti apa muamalahmu selama ini dengan orang lainn. Bagaimana sikapmu dengan para tetangga? Adakah engkau sudah menjenguk mereka ketika mereka sedang sakit? Sudahkah engkau membantu temanmu yang sedang kesusahan? Sudahkah engkau berbuat baik dan menjaga aib temanmu sendiri yang kamu ketahui, adakah engkau berikan do’a terbaikmu di sepertiga malam untuk sahabat-sahabatmu? Lalu, Seperti apa pula baktimu kepada orang tua? Mereka semua adalah orang-orang yang ada di sekelilingmu, yang wajib engkau pergauli dengan baik.
Beberapa hari yang lalu, sekitar jam lima subuh, kala engkau melangkah keluar rumah seorang tetanggamu sedang kesusahan, sakit payah dan di gotong ke  mobil untuk di bawa ke rumah sakit. Namun engkau hanya melihat-lihat sembari menutup pagar, lalu berlalu tanpa sedikitpun ada sapa dan tanya. Sempatkah engkau berfikir seandainya engkau yang dalam kondisi itu sedang tetanggamu acuh denganmu, seperti apa perasaanmu?
Diriku, engkaujuga jarang memperhatikan teman yang sedang kesusahan. Ketika seorang diantara mereka hendak meminjam uang darimu karena mendesak, kau katakan kepadanya sedang tidak ada uang. Padahal aku tahu, waktu itu engkau masih punya uang simpanan. Engkau sulit sekali membantu orang lain.
Satu hari, ketika seseorang meminta sumbangan mengucap salam di depan pagar rumahmu, aku melihatmu pura-pura tidak mendengarnya. Horden yang sedikit terbuka, pun segera engkau tutup pelan-pelan agar orang itu bisa segera berlalu. Tidak hanya sampai disitu kelakuanmu, aku bahkan bisa merasakan hatimu berbisik, “Ah, paling untuk dirinya sendiri”.
Seburuk itukah engkau sekarang, wahai diriku? Bukankah engkau hafal banyak dalil tentang keutamaan bersedekah. Apakah kau mengira bahwa itu semua kau tujukan untuk orang lain, sementara dirimu tidak? Jika engkau tidak ingin bersedekah, maka berkatalah yang jujur. Jangan pula menambah keburukanmu dengan prasangka yang tidak baik.
Kepada orang tuamu, engkau puun tidak memperlihatkanbaktimu. Kau jarang sekali menjenguknya, apalagi meringankan bebannnya. Bahkan untuk sekedar menanyakan kabar lewat telephone, itupun enggan engkau lakukan. Engkau banyak meminta perhatiannya untukmu, tetapi sebaliknya, kau sering melupakannya. Yang ku tahu dari kebaikanmu yang tersisa adalah do’amu kepada Allah untuk mereka, itupun engkau lakukan saat engkau berdo’a setelah sholat sebagai pelengkap. Padahal engkau tahu, bahwa berbakti kepada kedua orang tua akan mengundang keberkahan bahkan menyibak kesulitan.
Wahai diriku, engkau seolah mampu mengatasi   masalahmu sendiri, karena itu kau merasa tidak butuh orang lain. Engkau abaikan mereka dalam hidupmu. Engkau hanya bergaul dengan orang yang kamu yakin akan menguntungkan dirimu dari sisi materi. Tinggalkanlah sifat ini, karena hanyaakan merugikanmu sendiri suatu saat nanti. Perbaikilah hubunganmu dengan sesama manusia. Berkasih sayanglah kepada mereka, agar Allah dan para malaikat-Nya yang ada di langit sanapun mengasihimu.
3.     Tentang kondisi hatimu
Bagaimana pula dengan kondisi hatimu ini? Ini pertanyaanku selanjutnya. Aku menanyakan ini karena kita sama-sama faham, bahwa hatilah yang paline berperan pada kebaikan dan keburukan seseorang.
Meskipun hati itu ukurannya sangat kecil, tidak lebih besar dari genggaman sesuap nasi, tetapi perannya sangatlah vital, karena menjadi kontrol dan kunci keshalihan bagi anggota tubuh secara keseluruhan. Rosulullah SAW pun mengingatkan, “ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, yang apabila baik,maka baik pula seluruh tubuh itu. Ketauhilah,ia adalah hati”. (HR Bukhori, Muslim)
Hati itu, wahai diriku,sangat mudah dihinggapi segala macam penyakit, yang disebut dengan maksiat-maksiat hati. Penyakit ini tidak tampak oleh mata dan tak ada yang dapat mengetahuinya selain Allah SWT. Penyakit ini juga tak dapat diintai oleh Syetansehingga ia bersorak riang karena kejelekannya. Dan malaikatpun tak dapat mengetahuinya, sehingga dia catat keburukan-keburukannya. Yang di catat oleh mereka adalah apa yang mereka saksikan dari amal perbuatan seorang hamba. Mereka sama sekali tidak mengetahui niat dan maksud seseorang, jika penyakit-penyakit  yang ada di dalam hati, kecuali Allah menghendakinya.
Saat ini, aku mulai mengkhawatirkan hatimu. Aku takut ia telah terserang penyakit itu. Sebab tanda-tandanya sudah banyak ku rasakan, dan aku yakin kaupun merasakan itu. Karenanya, aku ingin mengungkapkan beberapa fakta agar aku bisa tahu sejauh mana kebenaran duugaanku ini.
Kemaren, engkau baru saja tertimpa musibah, dan aku melihatmu terduduk lesu sambil meneteskan air mata. Aku tidak  menyalahkan sikapmu, karena wajar bagi orang yang terkena musibah untuk berduka. Yangaku sesalkan adalah, kenapa engkau tidak bisa mencegah lidahmu untuk tidak mengucapkan kata-kata ketus yang menyalahkan orang lain. Bahkan engkau merasa bahwa Allah tidak berpihak kepadamu. Apakah ini pertanda bahwa hatimu sudah mulai bimbang atas kekuasaan dan kehendak-Nya yang berlaku atas semua hamba-Nya? Apakah kamu juga telah lupa dengan ayat, “kebajikan apapun yang kamu peroleh adalah dari sisi Allah. Dan keburukan apapun yang menimpamu, itu adalah dari kesalahan dirimu sendiri”. (QS. An-Nisa: 79)
Sekarang ini, aku juga melihatmu  sering iri dan dengki kepada saudara atau sahabatmu karena kelebihan kepandaian yang mereka miliki, kelebihan harta yang mereka miliki, kedudukan yang mereka peroleh, atau kedekatan mereka pada orang-orang yang ingin engkau dekati. Lupakah engkau bahwa itu semmua hanyalah kesenangan dunia yang bersifat sementara dan mudah lenyap ataupun akan segera hilang jika Allah menghendaki-Nya? Mengapa dengan Keshalihah orang lain engkau justru tidak pernah berkaca? Aku tidak pernah melihatmu iri dengan orang-orang yang banyak menghafal Al Qur’an, orang yang rajin sholat malam, orang yang sering puasa sunah dalam kesehariannya, orang yang senantiasa bersedekah di kala luang dan sempitnya,ataupun orang yang senantiasa dapat menjaga pandangan dan selalu mengingat Allah dimanapun ia berada. Tidak pernah engkau iri akan hal itu.
Masih banyak kejanggalan lain yang ku rasakan di hatimu. Ada rasa bangga yang berlebihan, ada kesombongan dan riya; penyakit yang paling berbahaya itu juga ada. Terlalu banyak kita aku beberkan semua. Karena itu, mari kita berdoa diriku. Kita memohon kepada Allah agar hati kita dijernihkan kembali, dari segala noda dan maksiat. “Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami dalam agama-Mu dan ketaatan pada-Mu”.
4.     Tentang sikapmu dengan dunia dan segala kemewahannya.
Wahai diriku, izinkan aku bertanya pada dirimu untuk yang terakhir kalinya, tentang kesibukanmu mencari dan mengumpullkan harta dan kemewahan dunia, yang saat ini sering membuatmu risau.
Dalam  banyak  hal, engkau memang sering terlihat bersemangat. Termasuk mencari  nafkah. Aku tidak mempermasalahkan yang ini, karena seorang mukmin memang harus tampil penuh semangat. Akan tetapi yang aku temukan sekarang, gaya hidup dan cara pandangmu akan perhiasan dan kemewahan dunia mulai bergeser. Engkau menganggap bahwa segala sesuatu hanya dapat diukur dan diraih dengan harta. Ketenangan hati dengan harta, kebahagian keluarga dengan harta, segalanya dengan harta. Pangkat, jabatan, kekuasaan, juga dengan harta. Semua atas dasar harta, itu yang aku khawatirkan.
Aku juga melihatmu mulai dihinggapi gejala wahn; penyait yang sangat dikhawatirkan Nabi SAW menimpa kaumnya. Engkau sangat mencintai harta dan amat takut kehilangannya, sehingga membuatmu terlalu IRIT dan PELIT. Engkau juga sudah meniru gaya hidup orang-orang yang jauh dari agama, yang dulukau seru orang-orang untuk tidak terjebak dalam lingkaran mereka.
Pertanyaanku, apakah salah jika engkau memilih hidup sederhana meskipun berpunya? Apakah engkau khawatir mitra-mitra bisnismu, musuh-musuhmu, lawan organisasimu, dan orang yang selama ini menyanjung hartamu akan merendahkanmu? Aku yakin tidak. Bahkan kesederhanaan itu akan melahirkan Izzah dan kemapanan iman. Rasulullah bersabda, “sesungghynya kesederhanaan itu bagian dari iman. Sesunggguhnya kesederhanaan itu bagian dari iman”.
Indah sekali ucapan seorang sahabat Amr bin As ra, ”Aku tidak bosan dengan pakaianku selama masih bisa dipakai. Aku tidak bosan dengan hewan tungganganku selama masih bisa membawaku. Dan aku tidak bosan terhadap istriku, selama dia berbuat baik kepadaku. Sesungguhnya, mudah bosann itu adalah salah satu Akhlak yang buruk”.
Renungkanlah ungkapan ini, wahai diriku. Sebab aku melihat matamu terlalu cepat silau dengan harta yang banyak. Lekas iri, dengan yang diperoleh orang lain. Kamu tidak pernah puas dengan apa yang diberikan Allah untukmu, untuk saat ini. Aku melihat dirimu terlalu berharap terhadap perbendaharaan dunia. Padahal beberapa tahun  yang lalu, kamu terlihat begitu tawaddu’, rendah hati, dan selalu berpaling dari jebakan dunia. Tapi kini, entah raacun apa yang telah mengotori dirimu. Bahkan dalam shalatpun hatimu selalu khawatir jika suatu saat kontrak kerjamu diputus, nilai ujianmu rendah, teman-teman akan menjauhimu, harta yang kau miliki akan hilang, atau bahkan kau berfikir bahwa Allah tidak adil bagimu dengan pemberian yang Allah berikan selama ini dan tidak sebanyak yang lainnya. Seolah-olah engkau mengira bahwa hidupmu bergantung pada harta yang Allah berikan kepadamu saja.
Waspadalah dengan sihir dunia, janganlah ia sampai menghinggapi hatimu. Cukup letakkkan di tanganmu saja, agar hidupmu selamat di dunia dan di akhirat.
Wahai diriku, banyak peristiwa yang telah kita lewati. Maka rasionalitas kita harus berbicara, naruni harus peka. Setiap kejadian memiliki memori, setiap perubahan memiliki makna; hanya bagaimana kita menerima semuanya itu dengan akal dan hati. Kita harus bisa menjadi pengatur yang baik bagi diri kita sendiri. Bukan diatur  oleh keadaan yang selalu berubah.
Wahai dirku, kiranya sampai disini dulu pertanyaan-pertanyaanku. Ini semua tidak aku maksudkan untuk menyudutkanmu, melainkan karena aku begitu mencintaimu. Sebab, keselamatanmu, adalah keselamatanku. Keselamatan kita bersama. Aku tahu, ada banyak petikan kata yang menusuk hatimu, bahkan mungkin membuatmu meneteskan air mata. Namun apa guna iitu semua, kalau tidak ada perubahan yang bisa kau tunjukan padaku. Satu rokaat sholat Tahajjud dan witir yang kau biasakan dalam setiap malam yang kau lewati, lebih mulia di sisi Allah daripada kerja kerasmu menghimpun dunia dan segala isinya. Satu lembar Al Qur’an yang kau baca setiap harinya, lebih Allah cintai daripada beribu-ribu lembar rupiah yang engkau tumpuk di Bank. Sepotong roti yang engkau sedekahkan lebih Allah senangi dari segunung emas yang kau kumpulkan. Satu Jam waktu yang kau sisihkan untuk memperjuangkan dakwah dan Agama Allah, lebih berarti daripada seratus tahun usia manusia yang hidup di dunia.
Wahai diriku, janganlah engkau pernah merasa sendiri dan sepi dalam hari-harimu. Ada banyak sahabat yang akan mengisi hari-harimu dengan canda dan tawanya, ada Allah yanga akan selalu menjaga dan melindungi dalam lelap dan jagamu, ada Alqur’an tempat engkau mengisi waktu luang dan sepimu, ada Sholat malam yang akan membawamu berinteraksi dengan Allah saat masalah silih berganti menghampirimu, lalu apa lagi yang engkau khawatirkan wahai diriku?
Kembalilah kepada hakikat diciptakannya dirimu oleh tuhanmu, bukan untuk menumpuk harta, bukan untk mengejar popularitas dan jabatan, bukan pula untuk menjadi manusia yang lupa akan kewajiban sebagai hamba di hadapan tuhan-Nya.
Semoga Allah menyelamatkan kita, wahai diriku.,.. Amiin...




Alfan D’Ikhwan
Departemen Syiar Dan Pelayanan Kampus FKII Asy-Syams Uin Suska Riau
** FSI AN-NAHL UIN”13 **







If you enjoyed this post and wish to be informed whenever a new post is published, then make sure you subscribe to my regular Email Updates. Subscribe Now!


Kindly Bookmark and Share it:

YOUR ADSENSE CODE GOES HERE
 

Copyright © 2013-2014. All Rights Reserved | Cerpen-Online.comWahyu

Home | About | Top