Sabtu, 09 Maret 2013

Cerpen : The Rainbow in Memories

Diposting oleh wahyu_alfatih at 19:10
Oleh : Iftitah Ar-rahmah
Sebuah rasa yang tak mampu ku tafsirkan,dalam sebuah angan berharap hadirmu menjadi warna. Menorehkan segores tinta dalam secarik kertas putih. Terimakasih karena hadirmu memberi alur dalam sepenggal episode cerita hidupku. 11 tahun sudah kita berpisah, masih tersimpan rapi rinduku disini”dibawahnya tertulis nama hanna dan tanda tangan dengan inisial huruf H didepanya, dia melipat kertas itu menjadi sebuah pesawat terbang dengan penuntun hati yang menjadi pilot pesawat kertas itu. terbang oleh angin yang bertiup lembut, selembut nestapa rindu membalut kalbu.


21 Januari 1998
Dibesarkan bukan di keluarga sendiri. Ah, itu tidak masalah karena hidup adalah pilihan. pernah suatu kali hanna merindukannya tapi bukankah itu hanya ilusi karena yang dia tau hanya bunda bukanlah ibu yang mengorbankan nyawanya demi dia. Teruntuk perempuan yang mengizinkan hanna menyipi sebagian dari dunia, jangan khawatir. Doa untukmu selalu terselip dalam setiap munajat hanna meski ia tak tahu bagaimana dan seperti apa sosok itu.
Hanna duduk di daun pintu jendela kamarnya sambil menikmati suara apik melly goeslaw yang ada dibalik radio usang itu, hanna menyadari keberadaan alfan dibelakangnya namun dia tetap acuh. Alfan membuka pembicaraan. “hanna..”hanna meletakkan telunjuknya pada bibir alfan berharap alfan diam sebentar saja, sampai lagu ini selesai.
“ibu”hanna masih menundukkan kepalanya.
“han, kuncirmu lepas”
Hanna menyentuh rambutnya yang acak-acakan tanpa kuncir. “emang sengaja kok, aku nunggu kamu buat nguncir rambut aku”
“dasar manja!”alfan melangkah mundur mengambil sisir yang tak jauh dari lemari hanna, alfan menyisir rambut tebal hitam sebahu itu.
“enggak, aku gak manja”
“kalo gak manja apa coba? Manja, manja,manja, manja” alfan terus mengulang kata itu.
“menyebalkan! Keluar dari kamarku”hanna mendorong tubuh alfan keluar dan mengunci pintu kamar dari dalam.
“han, han, hanna”
22 Januari 1998
Alfan menutup mata hanna. “aku tau ini alfan, sudahlah”hanna menghempaskan tangan alfan kasar.“au..”rintih alfan. “sakit ya? Maaf fan. Sebelah mana fan, yang sakit”hanna panik dengan nada bersalahnya ia terus meminta maaf.
“iya han... sakiittt, sakiittt banget”ucap alfan namun tidak segera menunjukkan sisi sakitnya kemudian, “ini”alfan meletakkan tangan hanna diatas dadanya. “jangan marah lagi sama aku, sakit kan jadinya”ucap alfan yang memecah tawa hanna.
“heii.. heii.. kembalikan sisirku”
“hahaha, ini maksudmu?”alfan mengeluarkan sisir hanna yang disimpanya di saku celananya, “sisir jelek aja dicariin”ledek alfan.
“dasar kamu, masih aja nyebelin. Hha, kalau kata kak dinda nih, limited edition”
“nanti kedengaran orangnya bisa bahaya loh”
“terus___”
“nantang nih anak”
“hha, ampun bos. Fan ajari aku berhitung”
“oke, gini” alfan menggunakan jari jemarinya untuk mengajari hanna dengan sabar sampai hanna benar-benar mengerti dan bisa. Alunan burung-burung yang bertengger pada dahan cemara kian meramaikan suasana mereka. Suara yang merdu dipadukan bersama seperti paduan suara dalam sekolah sayang hanna belum sekolah, umurnya masih terlalu dini tapi semangat belajarnya terus berkobar. Melalui alfan dia belajar berhitung, dia belajar tentang warna dia belajar semuanya tentang segala sesuatu dari alfan. Apa yang alfan ketahui dari hasil sekolahnya dan hanna menangkap dengan cepat. Hanna memang cerdas.
3 Februari 1998
hanna, lihat”dengan bangga alfan memperlihatkan gambarnya, kepala yang berbentuk bulat, dua kaki yang sejajar dan dua tangan yang berjari. Cukup sempurna memang, untuk anak seusia dia. “ini aku dan keluarga aku”
“kamu mau pergi ya?”
“enggak, aku akan selalu ada disini. Buat kamu hanna”
“tapi.?”hanna menatap wajah alfan sejenak, “tapi, bunda bilang ada keluarga yang ingin mengangkat kamu sebagai anaknya ”
“hanna”alfan menarik hanna dalam dekapannya. Matanya yang hitam seketika berubah, matanya berkaca dan mengalir bulir bening dari pelupuk matanya. “aku yakin kamu gadis yang kuat, meski tanpa aku. I hope it's worth it, what's left behind me... I know you'll find your own way when I'm not with you...” ucap alfan lirih.
“hanna, alfan. sudah sore”tiba-tiba suara bunda memecah kesunyian mereka. Hanna mencoba mencerna kata-kata alfan, dia tersenyum kecil sambil mengusap pipi alfan halus.
“ayo!”Alfan menggenggam erat jari-jari hanna. Melangkahkan kaki pelan untuk memperlambat waktu senja yang telah menjingga.
11 Februari 1998
“bunda, bunda”
“iya, sayang”
“alfan mana?”hanna menggeret paksa tangan bunda ke kamar alfan yang berada disamping kiri ruang tamu.
“tadi pagi, alfan dijemput orangtua angkatnya. Kamu sabar ya.. masih ada oca, naila, haikal dan anak-anak lain yang akan menemani kamu”bunda mengelus rambutnya dengan sayang meski ia tahu hanna bukan anak kandungnya. “ada titipan dari alfan. Sini, biar bunda yang pakaikan kalung itu”
Raut kesedihan tak mampu disembunyikan, hanna berlari ke rumah pohon yang dibangunya bersama alfan. Menempel lumut pada dindingnya yang hanya terbuat dari kayu sisa perbaikan Panti menandakan usianya tak lagi muda.
Mengupas kenangan bersamanya sama hal nya dengan mengupas kulit bawang, airmata tak pernah tertinggal bukan berarti jahat semua itu pasti mempunyai alasan dan alasanya untuk mendapatkan hasil terbaik dari setiap kulit yang terkelupas. Hanna masih terduduk dibawah Pohon Beringin, menikmati semilir angin yang berhembus. Pandanganya masih tertuju pada pesawat kertasnya yang belum terlalu jauh namun telah jatuh, seorang lelaki berpakaian rapi lengkap dengan dasi dan sepatu hitam mengambilnya mendahului hanna dan dengan lancangnya membuka lipatan-lipatan itu. hanna bangkit, mendekat.
Hanna berkacak pinggang, “anda ini siapa, kenapa anda membuka hak yang bukan milik anda?”
“hanna..”suara lelaki itu sedikit parau, matanya menatap lekat hanna.
“iya, saya hanna. Mana?”setelah merebut pesawat itu, hanna melipat kembali kertas yang berhasil dibuka oleh lelaki tersebut. hanna melangkah pergi dengan pandangan sinis.
“tunggu!”suara itu menghentihkan langkah hanna.
“apalagi?”
Lelaki itu memegang kedua pundak hanna, spontan hanna melepaskan.
“kamu sekarang sudah dewasa, semakin cantik dengan hijab yang membalut rambutmu yang dulu kau kuncir”
Hanna menyipitkan matanya menyelidik, alisnya yang tebal saling mendekat. Membuka tanda tanya yang diberikan lelaki itu.
“aku alfan, kamu masih ingat sama aku kan han?”
“hah? Alfan?“sumeringah di wajahnya terlihat jelas “alfan, siapa ya?”hanna melipatkan tanganya diatas dada dan menaik-turunkan jari telunjuknya, “ohh.. alfan yang pergi tanpa pamit dan meninggalkan hanna sendiri, alfan yang pergi saat hanna pulas tertidur, alfan yang menitipkan surat dan sebuah kalung kepada bunda padahal hanna gak butuh kalung, hanna cuma butuh teman yang biasanya membetulkan kuncir hanna saat karet itu mulai melentur dan putus lalu menggantikanya dengan karet gelang yang selalu melingkar di tangan hanna”kata-katanya mengalir tanpa celah menunjukkan kekesalan hatinya.
“iya, iya, iya. maafin aku ya han.. kamu masih menyimpan kalungnya?”
Hanna mengeluarkan sebuah kalung dibalik hijabnya dengan liontin yang berbentuk hati“udahlah semua udah berlalu, aku yakin kamu juga pasti punya alasan untuk semua ini toh.. sekarang kamu juga kembali lagi sesuai dengan isi suratmu. Emm.. Aku ada kabar baik nih fan”
“Apa?”
“aku dapat beasiswa fan”
“wah.. selamat. Kamu emang hebat, ambil jurusan apa?”
“insya allah, jurusan kedokteran sesuai dengan cita-cita yang aku tulis dulu di rumah pohon kita. gimana? Pasti kamu sekarang sudah jadi pelukis sukses”
“tidak han, apa yang aku inginkan berbanding terbalik setengah derajat. Aku kuliah di bisnis management, keluarga baruku ingin melanjutkan bisnisnya di kantor yang sudah turun-temurun itu tapi aku tak pernah absen dengan dunia lukis. Aku selalu mengunjungi galeri lukis, tak jarang juga aku melukis kenangan-kenangan kita dalam sebuah kanvas dan syukurlah orangtua angkatku tak pernah melarangku untuk hal ini. Oh ya.. rumah pohon kita?”
“itu, itu rumah pohon kita”hanna menunjuk pada pohon beringin yang menjadi tempat berteduhnya tadi.
“mana han, gak ada”
“dasar oneng, kita bangun rumah itu saat usia 3 tahun dan bukankah kini usia kita 18 tahun? Eh,salah itu usiaku. Usiamu? entahlah”
“seventeen boleh, hahaha. Eh.. hari ini tanggal 8 november ya?”ucapnya mengingat, “tanggal lahir kamu han”
“iya”hanna nyengir dan mengembangkan sebiah senyuman, “fan, boleh.. aku minta satu hadiah dari kamu”ivan menggangguk. “satu hadiah yang sangat aku inginkan. gak bakal ninggalin aku lagi kayak dulu, janji..”hanna mengangkat jari kelingkingkingnya.
alfan mengaitkan jari kelingkingkingnya pada jari kelingking hanna. “tapi maaf han, aku gak bisa janji. Setiap jiwa yang hidup pasti akan kembali pada sang kuasa. Anggap saja aku seperti pelangi, meskipun hanya datang sesaat namun meninggalkan jejak yang begitu indah, i love you. ”
hanna segera mengusap buliran buning yang mulai membentuk sungai kecil di pipinya. hanna tertunduk, “love you too. You never be changed in my heart”suara lembut itu membisik pelan di telinga alfan.
tiba-tiba gerimis datang. Mungkin karena mereka juga ingin merayakan kebahagiaan yang tertunda itu tapi tidak, bukan bahagia melainkan sebuah tangisan. Alfan melajukan sepeda motornya dengan kecepatan sedang dan sebuah mobil sedan hitam yang berlawanan arah sukses menjatuhkan alfan, hanna dan juga ninja hitam alfan. kepala alfan yang saat itu tidak memakai helm langsung menghantam aspal.
“alfan, bangun fan..”hanna memeriksa denyut nadinya yang terasa amat lemah dilanjutkan dengan pertolongan pertama sederhana. Menekan dadanya perlahan untuk memancing reaksi dari detak jantungnya.
Tak lama kemudian matanya membuka.
Dia tersenyum.
Syahadat terakhir terucap sempurna dan pada detik itu pula nadinya kian melemah, tarikan nafasnya memberat. Dan.....
“alfaaaaaan....” dia telah menghadap sang kuasa meninggalkan hanna lagi, meninggalkannya untuk selamanya. “innalillaahiwainnailaihiraaji’uun”kekasih setia adalah kematian, semoga allah menempatkannya disisinya yang sempurna. Mungkin takdir hanna bukan bersama alfan, semuanya akan indah pada waktunya dan jika yang terjadi saat ini masih pahit itu berarti allah sedang mengujinya untuk berproses menuju kebahagiaan. Sama seperti yang dikatakan alfan, kenangan-kenangan itu akan selalu menjadi pelangi dalam memori hanna.

Note: Rasa, rasa yang begitu indah itu membawaku untuk lahir, menuangkan sebuah pikiran dalam bentuk cerpen dan inilah hasilnya. Memang bukan karya yang sempurna. Semuanya masih sederhana. Ku harap kalian bisa memberikan saran yang dapat membangunku untuk bangkit dan menciptakan karya lagi. Sekali lagi thanks before.


Sumber : Cerpen tentang cinta remaja  Facebook





If you enjoyed this post and wish to be informed whenever a new post is published, then make sure you subscribe to my regular Email Updates. Subscribe Now!


Kindly Bookmark and Share it:

YOUR ADSENSE CODE GOES HERE
 

Copyright © 2013-2014. All Rights Reserved | Cerpen-Online.comWahyu

Home | About | Top