Senin, 30 Juni 2014

Would you?

Diposting oleh wahyu_alfatih at 10:39
Oleh : Trisha Tanisha

Aku melirik jam tanganku, pukul 12. Ia belum juga datang, berapa lama lagi aku harus menunggu ? pikirku sambil duduk di tengah-tengah keramaian cafe itu. Orang-orang muda memenuhi seisi cafe pada jam makan siang itu. Aku meraih tas coklatku hendak membayar secangkir kopi yang sudah dingin itu, ponselku berdering. “Halo?” jawabku ketika menempelkan ponsel ke telinga. “Aku tidak bisa datang, maafkan aku” katanya dengan suara lirih. “Baiklah, sampai jumpa” jawabku dengan nada seringan mungkin. Aku menyesal untuk menunggunya di siang bolong seperti ini, seperti aku tidak ada tugas lain yang bisa kukerjakan. Aku membayar kopi itu lalu pergi dengan perasaan bercampur aduk.


“Hey, Helen” sapa Edrick dari ujung telepon. “Maafkan aku karena tidak bisa datang kemarin itu, aku benar-benar tidak sempat kesana. Sungguh, aku minta maaf” lanjutnya sebelum aku sempat membalas sapaanya. “Tidak apa-apa sungguh, aku tau kau sangat sibuk belakangan ini, ada meeting baru di restoran? Atau ada apa?” tanyaku baik walaupun masih ada sedikit kekesalan dalam dada. “Ya, kemarin aku menggantikan posisi temanku, ia sakit dan ia akan menggantikan shiftku nanti, namun aku benar-benar minta maaf, Helen” ucapnya. “Iya.. Edrick, nanti kutelepon kau lagi, aku mau berangkat kerja” jawabku. “Baiklah, sampai nanti, Helen” katanya dan mengakhiri telepon. Aku berjalan beberapa puluh meter dari apartemenku ke perpustakaan umum tempat kerjaku, aku berjalan dengan langkah cepat seperti biasanya dan mampir membeli kopi di tengah jalan ke sana. Aku menengok ke langit-langit sebelum menuju anak tangga, langit tampak lebih gelap dari biasanya, mungkin sudah mau hujan.

Aku menggantungkan jaketku lalu mengenakan kartu tanda pengenal di kemejaku itu, aku mulai membereskan buku-buku itu, sampai tiba-tiba aku mendengar langkah sepatu hak mendekat ke meja ku. “Hey Helen” sapa wanita itu. “Hey...?” jawabku sambil masih memegang setumpuk kertas di tangan kananku. “Aku Mellisa, aku menggantikan posisi Reny” jawabnya sambil mengulurkan tangan. “Owh, Mellisa..” aku membalas uluran tangannya. “Kita akan lebih mengenal satu sama lain nanti, mungkin makan siang?” tanyanya sambil tersenyum. “Baiklah, sampai nanti Mel” jawabku tersenyum. Aku baru ingat kalau kemarin adalah hari terakhir Reny bekerja, aku tidak begitu dekat dengannya sehingga aku mudah melupakannya, Mellisa itu berpostur tubuh langsing, lebih tinggi dariku dan berkacamata sepertiku. Aku tidak menyangka ia bisa begitu baik mengajakku berkenalan dan mengajakku makan siang bersama di hari pertama ia bekerja. Ponselku berdering tanda pesan masuk : Helen, nanti aku akan menemuimu saat makan siang. –Ed. Aku membalas pesannya lalu mulai kembali bekerja.

Di siang sebelum waktu makan siang, perpustakaan cukup ramai, kursi di bagian dekat meja ku berada terisi penuh, aku meninggalkan mejaku dan pekerjaanku, mengambil jaketku dan mengenakannya, tepat saat itu Mellisa berjalan kerarahku. “Ayo kita makan didepan saja” katanya lalu kita berjalan bersama. Tempat makan didepan itu lebih murah, dan tempat biasa aku makan bersama Ed. Belum terlalu ramai, mungkin udara angin mau hujan membuat orang malas makan diluar. Dari kejauhan, aku bisa melihat Ed sudah duduk menghadap kearah berlawanan sambil membaca koran. Sesampai disana aku langsung berjalan bersama Mellisa ke tempat Ed berada. “Ed, ini Mellisa dan Mel.. ini Edrick” kataku langsung saat Ed menyadari aku sudah berdiri didekat mejanya. “Hai Edrick, senang berkenalan denganmu” kata Mel mengulurkan tangannya sambil tersenyum. “Hey.. Mel. Helen.. aku tidak tau kau membawa seorang teman untuk makan siang bersama kita” kata Edrick lalu mempersilahkan kami duduk. Aku menceritakan bagaimana Mel bisa berada disana, dan menggantikan posisi Reny. Sebenarnya, saat itu aku sedikit berbicara, aku hanya memesan spaghetti favoritku dan menyantapnya, selagi mereka melahap fetuccini mereka dan membicarakan bagaimana mereka menyukainya. Ed dan Mel itu seperti kerabat lama yang sudah lama tak bertemu. Aku seakan-akan orang asing yang berada disana entah mengapa, pertama aku hanya merasakan ini semua akan baik-baik saja dan kami akan ngobrol seperti layaknya rekan kerja atau semacamnya, ternyata semua jauh diluar dugaanku. Mereka asik mengobrol dan aku menikmati angin yang membuat sekujur tubuhku tiba-tiba merinding.

Selesai makan siang, aku dan Mel pamit pada Ed. Aku bisa merasakan pandangan Ed padaku begitu dingin dan sepertinya ia tau bahwa aku merasa buruk tadi. Aku kembali bekerja, namun perbedaannya tepat saat aku kembali perasaanku tiba-tiba panas dan hujan pun turun. Syukurlah aku sudah kembali saat hujan turun tapi aku masih merasa tidak enak dan aku merasa ada yang aneh dariku.

Sejujurnya, aku yakin bahwa Ed sudah lama menyadarinya kalau aku memang menyukai dia sebagai pria dan bukan teman dekat. Tapi aku masih bingung dengan perasaanya padaku, aku yakin bahwa dia juga menyukaiku tapi bukan sebagai wanita-nya melainkan teman dekatnya. Dulu aku dan dia juga masing-masing memiliki seorang kekasih, hingga lama kelamaan salah satu dari kami putus dan kami tetap menjadi teman baik. Memang benar, jika aku mau tau bagaimana perasaanya padaku, aku tinggal bertanya pelan-pelan padanya, tapi aku merasa sangat aneh jika aku yang harus memulai percakapanya, soalnya dari dulu aku tidak pernah membahas apapun tentang hubungan aku dan Ed, dan secara tiba-tiba kami menjadi teman dekat begitu saja, tanpa tekanan atau keharusan. Kami juga saling menghargai satu sama lain, ketika salah satu dari kami sudah mendapat kekasih, kami harus menjaga jarak, bukan saling berpisah dan kami juga memiliki waktu untuk saling curhat tentang segalanya. Dan aku menyukai keadaan itu, sampai pada saatnya ada Mel yang bisa mengerti Ed, aku tidak begitu yakin untuk kembali ke keadaan itu. Perkenalan orang yang kita sudah kenal dekat kepada orang yang baru saja kita kenal belum tentu membawa suatu keberuntungan walaupun hanya dimulai dari pertemanan. Walaupun hal-hal seperti itu baru hanya terjadi pada jam kami makan siang, aku merasa sangat aneh dan buruk sampai aku pulang ke apartemenku. Aku menolak ajakan makan malam bersama Mel dan aku yakin kalau hari ini Ed kerja lembur sebagai asisten koki. Jadi aku memutuskan untuk tidur lebih cepat dan memilih untuk tidak makan malam.

“Helen, kemarin malam aku makan malam bersama Edrick, ia meneleponku karena ia tidak mau makan sendirian saat itu, dan kebetulan aku juga makan sendirian, jadi aku putuskan untuk menghampirinya” kata Mel tepat ketika aku masuk ke perpustakaan sambil menggantung jaketku. Aku merasa ingin meledak merasakan sekujur tubuhku yang tadi kedinginan menjadi begitu panas dan aku merasakan keringat yang mengalir di kepalaku. “Owh, kebetulan yang menyenangkan” jawabku dengan senyum samar dan langsung berjalan pelan ke mejaku. Aku sangat merasa tidak adil, mengapa Ed bisa berubah sedemikian jadinya? Aku merasa ada yang berbeda dari Ed, ia kan bisa tidak mengajak Mel dan memutuskan untuk mengajakku untuk menemaninya, lagipula kami sudah jarang bercerita dan mungkin itu waktu yang tepat untuk bercerita, malam kemarin. Tapi mengapa ia lebih memilih Mel yang baru ia kenal kemarin? Apa yang salah denganku? Ia kan tau dimana aku tinggal, ia bisa datang dan menghampiriku kok. Aku berkesal dalam hati sambil melanjutkan pekerjaan, namun aku merasa aku bekerja menjadi lebih lamban dan seakan-akan pekerjaanku belum juga selesai. 

Saat itu ponsel ku berbunyi tanda pesan masuk : Mau bertemu di tempat biasa? Saat kau istirahat. –Ed . Aku membalas : Sedang tidak enak badan, mungkin lain kali. “Menghindariku?” kata suara seorang pria yang kukenal jelas. Itu Ed, dihadapanku. Astaga, wajahku langsung memerah dan adrenalin memainkan tubuhku. Aku sesaat tidak berani mendongak menatapnya, aku meletakkan ponselku lalu pelan-pelan menghadapnya. “Ed, mengapa kau ada disini?” aku bertanya dengan suara serak. Astaga aku serak. “Menghampirimu, Helen..” jawabnya singkat dan ia tetap masih menatapku. “Kau ada pekerjaan, sebaiknya kau pergi” kataku. “Tidak, aku lembur kemarin dan aku bisa mengambil waktu istirahat lebih lama saat ini” katanya masih menatapku. “Jadi, nikmatilah waktu istirahatmu” jawabku lalu memalingkan wajah kepada tumpukkan buku-buku itu. “Butuh bantuan?” tanyanya lalu melihat tumpukkan buku itu. “Tidak, terima kasih” “Apa yang terjadi denganmu?” “Tidak ada” “Kau harus cerita padaku” ia memegang lenganku. “Lepaskan aku” “Beri tau aku, Helen” “Mengapa kau tidak langsung mengajak Mel saja? Dan tinggalkan aku dengan pekerjaanku?” jawabku menatap lurus pada matanya. “Kau cemburu?” ia melepas lenganku. “Apa? Tidak” jawabku. Apakah ia membaca pikiranku? Oh tidak ia pasti bisa membaca perasaanku.. astaga apa yang terjadi. “Kejadian kemarin itu?” tanyanya. “Kejadian apa?” tanyaku kembali berpura-pura tidak tau. “Aku datang ke apartemenmu untuk mengajakmu makan malam setelah aku pulang lembur tetapi tak ada jawaban, aku menelepon ponselmu untuk memastikan kau baik-baik saja tapi hanya kotak suara yang masuk, apakah itu yang perlu kau ketahui?”. Aku merasa semua pertanyaan yang kau pertanyakan saat itu sudah terjawab seketika. “Akhirnya aku makan malam dengan Mel karena aku hanya mau ada yang menemaniku, dan aku terus-menerus membicarakanmu, bagaimana keadaanmu, dan aku tau kau menolak ajakan makan malam Mel kemarin itu, lalu keadaan menjadi canggung lalu aku memutuskan untuk pulang cepat, dan aku juga khawatir dengan keadaanmu jadi aku menghampirimu saat ini namun kau menghindariku” jawabnya melengkapkan semuanya. Ternyata ia mencariku? Ternyata kemarin ia datang menemuiku? Ternyata kemarin ia meneleponku ketika aku mematikan ponselku? Astaga, aku merasa buruk lagi. Apakah aku yang salah? Dan apakah benar ia membicarakan aku dengan Mel?

Sejak Ed mengatakan hal itu padaku, mataku menjadi lebih terbuka, aku menyadari hal-hal tersebut terlambat. Lebih baik terlambat daripada tidak tau sama sekali. Berbulan-bulan berjalan dengan cukup baik, Ed tau bahwa aku menyukainya, dan ia berusaha untuk lebih mempedulikan aku saat kami makan siang bertiga dengan Mel. Aku mulai bisa mengendalikan perasaanku dan berusaha lebih terbuka  terhadap Ed atas apapun, apa yang aku rasa belum mengerti, aku harus mengutarakan pikiranku langsung kepadanya. Walaupun ia sudah mengenal aku lama, dia juga manusia yang menggunakan otak untuk berpikir, bukan membaca pikiran atau perasaanku, yah walaupun begitu, terkadang ia bisa menebaknya dengan benar, dan aku menyukainya. Ya, aku benar-benar menyukainya, ia pria yang aku sukai.

Malam ini kami berdua libur, perpustakaan umum itu ditutup selama 3 hari, dan restoran itu tutup selama 1 minggu dalam rangka perayaan hari paskah. Aku pergi ke apartemen Ed menggunakan sepasang boots pendek dengan jas putih yang baru kubeli kemarin. Ed akan memasak untuk perayaan malam ini. Aku benar-benar tidak sabar setelah berbulan-bulan lamanya tidak menikmati masakannya. Ia memasak 3 hidangan, pie, salad dan sup. Dan yang paling enak? Ketiganya. Setelah makan malam yang begitu mengenyangkan, ia mengambil gitarnya. Ia menyanyikan sebuah lagu. “Kau pasti akan menyukai ini, Helen Howard.”


Ohh.. my Helen... I knew the first time we met. You’re there reading a book. And I look at your eyes. There’s something about it that makes me smile. We have our great love story of our own. We are different, we’re not the same. But you always makes me smile. Each time, each day, anytime you’re there for me. You’re trying to complete yourself. Try to be yourself. And I know that you love me, but you don’t know whom I love. So I’ll tell you now..., Would you like to make our own love story......?



If you enjoyed this post and wish to be informed whenever a new post is published, then make sure you subscribe to my regular Email Updates. Subscribe Now!


Kindly Bookmark and Share it:

YOUR ADSENSE CODE GOES HERE
 

Copyright © 2013-2014. All Rights Reserved | Cerpen-Online.comWahyu

Home | About | Top